A. DEFINISI
Decompensasi cordis adalah kegagalan
jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan
dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada
penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,1998; Price,1995).
Gagal jantung kongestif (decompensasi
cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane
C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya
kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 )
Berdasar definisi patofisiologik gagal
jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart
Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan
menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf,
hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni,
2007).
B. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan
timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang
meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel.
Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup
atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis
konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang
paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau
fungsi protein kontraktil. ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab gagal jantung digolongkan menurut
apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau
dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit
jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,
kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis,
anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri,
penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid,
penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal
masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak
hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal
jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan
penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab
terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat
malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari
gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal
jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti
diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio
kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor
risikoindependen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan
risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat
menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel
kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard,
serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun
aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati
didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun
penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori
fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati
dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara
lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom
Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan
penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih
memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan
gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan
obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati
restriktif ditandai dengan kekakuan sertacompliance ventrikel yang
buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi
diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup
sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai
berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung
adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan
regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload)
sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatanafterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien
dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk
hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal
jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia
(tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat
menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan
gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan
gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti
zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung
terhadap otot jantung. (Santosa, A 2007)
Grade gagal jantung menurut new
York heart association
Terbagi menjadi empat kelainan fungsional
:
1.
Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.
2.
Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang.
3.
Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan.
4.
Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat.
C. PATOFISIOLOGI
Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada
3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon
kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal
perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi
menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).
Sekresi neurohormonal sebagai respon
terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan
vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2)
angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan
mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium,
(4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin
menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas
langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek
antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho,
2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin
teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat
kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada
gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi
sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dominan :Meningkatnya volume
intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat
akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
Gagal jantung kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal
ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari
paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
·
Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam
alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien
dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal
Dispnea ( PND)
·
Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang
yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan
dan batuk.
·
Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.
·
Batuk
Gagal jantung kanan :
·
Kongestif jaringan perifer dan viseral.
·
Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan.
·
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
·
Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
·
Nokturia
·
Kelemahan.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2.
Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3.
Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
4.
Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
(Wilson Lorraine M, 2001)
5.
Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi
fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
6.
EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemik( jika disebabkan oleh AMI)
7.
Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga
hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M,
2002)
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah
:
1. Dukung istirahat untuk
mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan
dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan
3. Membuang penumpukan air
tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan
istirahat.
Terapi Farmakologis :
·
Glikosida jantung.
Digitalis , meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang
dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah
dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.
·
Terapi diuretik.
Diberikan untuk memacu
eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek
samping hiponatremia dan hipokalemia.
·
Terapi vasodilator.
Obat-obat fasoaktif
digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Obat –obat yang
digunakan antara lain :
1. Antagonis kalsium, untuk
memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.
2. Beta bloker, untuk
mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.
3. Diuretika, untuk gagal
jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik. Bila tanda udem
paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi
hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun.
Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena
keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan
jantung.
Dukungan diet:
Pembatasan Natrium untuk
mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung
mengakibatkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik .
Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan
dengan morbiditas dan mortalitas.
·
Aktivitas/istirahat
1.
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang
hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada
saat istirahat.
2.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
·
Sirkulasi
1.
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung
, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.
2.
Tanda :
a. TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).
b. Tekanan Nadi ; mungkin sempit.
c. Irama Jantung ; Disritmia
d.Frekuensi jantung ; Takikardia.
e. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan
merubah posisi secara inferior ke kiri.
f. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah
diagnostik, S4 dapat
g. terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
h. Murmur sistolik dan diastolic.
i. Warna ; kebiruan, pucat abu-abu,
sianotik.
j. Punggung kuku ; pucat atau sianotik
dengan pengisian
k. kapiler lambat.
l. Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
m. Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
n. Edema ; mungkin dependen, umum atau
pitting
o. khususnya pada ekstremitas.
·
Integritas ego
1.
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
2.
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis :
ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
·
Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana
gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
·
Makanan/cairan
1.
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah,
penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan
penggunaan diuretic.
2.
Tanda : Penambahan berat badan cepat dan
distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
·
Higiene
1.
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan
selama aktivitas Perawatan diri.
2.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan
personal.
·
Neurosensori
1.
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
2.
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
·
Nyeri/Kenyamanan
1.
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan
sakit pada otot.
2.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
·
Pernapasan
Gejala :
Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
Tanda :
1) Pernapasan;
takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk :
Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ;
Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas ;
Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental;
Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ;
Pucat dan sianosis.
·
Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi
mental, kehilangan kekuatan / tonus otot, kulit lecet.
·
Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam
aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
·
Pembelajaran/pengajaran
Gejala : menggunakan/lupa
menggunakan obat-obat jantung,
misalnya : penyekat saluran kalsium.
Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung
berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,
Perubahan structural, ditandai dengan ;
·
Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran
pola EKG
·
Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
·
Bunyi ekstra (S3 & S4)
·
Penurunan keluaran urin
·
Nadi perifer tidak teraba
·
Kulit dingin kusam
·
Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan tanda vital dalam batas
yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas
gejala gagal jantung , melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta
dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi:
·
Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi
(meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas
ventrikel.
·
Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis
katup.
·
Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse
alternan.
·
Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis
tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
·
Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan
anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
·
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat
digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
2. Aktivitas
intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan,
kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat,
berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi padaaktivitas yang
diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan
kelelahan.
Intervensi:
·
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat
terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan
(diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
·
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia,
dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
·
Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
·
Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada
aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali,
3. Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan :
Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan,
hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu mendemonstrasikan volume cairan
stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas,
tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
·
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin
sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu
diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
·
Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun
edema/asites masih ada.
·
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase
akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi
ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
·
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan
kongesti paru, gagal jantung.
·
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada
GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal
·
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
·
Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang
dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.
4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan /kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan ventilasi dan
oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernapasan., berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi :
·
Pantau bunyi nafas, catat krekles
Rasional : menyatakan adnya kongesti
paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
·
Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional : membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
·
Dorong perubahan posisi.
Rasional : Membantu mencegah atelektasis
dan pneumonia.
·
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat
selama edema paru.
·
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
5. Resiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan integritas kulit,
mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
·
Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional : Kulit beresiko karena gangguan
sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
·
Pijat area kemerahan atau yang memutih
Rasional : meningkatkan aliran darah,
meminimalkan hipoksia jaringan.
·
Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu
satu area yang mengganggu aliran darah.
·
Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab
merusak kulit/mempercepat kerusakan.
·
Hindari obat intramuskuler
Rasional : Edema interstisial dan gangguan
sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan
kulit/terjadinya infeksi..
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal,
ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode
GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat:
1.
Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan
mencegah komplikasi.
2.
Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk
menangani.
3.
Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.
Intervensi:
·
Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan
harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.
·
Kuatkan rasional pengobatan.
Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program
pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih
sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.
·
Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adequate untuk
efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
·
Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional : dapat menambahkan bantuan
dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah
H. Evaluasi
1.
Pasien dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gejala gagal jantung
seperti rasa nyeri pada dada.
2.
Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
3.
Tidak adanaya edema pada bagian tubuh pasien serta dapat menyatakan
pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
4.
Pernapasan pasien terlihat normal serta tidak adanya tanda-tanda sesak
nafas.
5.
Tidak adanya keruasakan integritas kulit pada tubuh pasien.
6.
Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat dan dapat melakukan
perubahan perilaku yang benar tentang pencegahan penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal
Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 2005,
Hal. 443 – 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan
Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien),
Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 –
249.
Gallo & Hudak, Keperawatan
Kritis, edisi VI, 2000, EGC, Jakarta
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita
selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 – 208
Nursalam. M. Nurs, Managemen
keperawatan ; aplikasi dalam praktik keperawatan professional,
2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Russel C Swanburg, Pengantar
keperawatan, 2000, ECG, Jakarta.
Wilson Lorraine M, Patofisiologi
(Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun 2003,
Hal ; 704 – 705 & 753 – 763.
ASUHAN
KAPERAWATAN
PADA
PASIEN
DECOMPENSATION
CORDIS
Di
susun
Andi
Firman H
S1
Keperawatan
UNIVERSITAS
BAKTI INDONESIA